Upaya Gereja Meningkatkan Kehidupan, Perdamaian, Keadilan dan Martabat untuk Afrika
KAMPALA, SATUHARAPAN.COM - Dalam peringatan ulang tahun yang ke-50 Konferensi Gereja Seluruh Afrika (All Africa Conference of Churches/AACC), para pemimpin gereja di lebih dari empat puluh negara Afrika mencari cara bagaimana mereka dapat bangkit melawan belenggu warisan kolonial, konflik, kemiskinan, perjuangan kelas, dan gejolak politik untuk membuka potensi besar yang dimiliki negara-negara di Afrika.
Pertanyaan-pertanyaan bagaimana membuka potensi yang besar ini didiskusikan oleh lebih dari seribu perwakilan gereja Arika yang berkumpul di kota Kampala, Uganda melalui acara Sidang raya ke-10 AACC berjudul "Allah kehidupan, memimpin Afrika untuk perdamaian, keadilan dan martabat," yang dilaksanakan 3-9 Juni.
Fokus dari tema sidang raya AACC berkorelasi dengan tema World Council of Churches (WCC) atau Dewan Gereja Dunia, dalam pertemuan sidang raya mendatang yang diselenggarakan dari 30 Oktober-8 November di Busan, Korea Selatan. Tema sidang raya WCC adalah "Allah kehidupan, membawa kita untuk keadilan dan perdamaian." Sidang raya di Busan akan mempertemukan gereja dari seluruh dunia, termasuk dari Afrika.
Berbicara mengenai visi AACC ke depan, Uskup Agung Valentine Mokiwa, presiden AACC, bahwa AACC didirikan pada tahun 1963 untuk menerjemahkan "transformasi spiritualitas masyarakat Afrika dalam sosial, politik dan moral supaya keluar dari belenggu imperialisme spiritual dan mental dan kolonisasi."
Uskup Agung Valentine Mokiwa mendorong gereja-gereja Afrika untuk berusaha menentang kemiskinan, dengan menyebutnya sebagai "dosa". Dia berkata, "Pada majelis ini kita harus menandai titik balik bagi Gereja di Afrika untuk berbicara dan bertindak melawan dosa kemiskinan. Mulai sekarang, Gereja harus melawan kemiskinan dan menyatakan kondisi masyarakat miskin sebagai belenggu di zaman kita. Kita harus menyatakan kemiskinan sebagai skandal terbesar dan dosa dalam waktu dan usia."
Sekjen WCC, Rev. Dr Olav Fykse Tveit sepakat dengan pandangan itu, mengakui dan mendorong peran yang kuat dari gereja-gereja Afrika dalam menjadi "suara kenabian" berbicara untuk keadilan dan perdamaian.
"Kita tahu bahwa Afrika adalah benua yang kaya sumber daya. Sayangnya banyak dari sumber daya ini telah dimanfaatkan pihak lain, hanya memberi sedikit manfaat bagi putra dan putri Afrika. Perjuangan untuk keadilan ekonomi di Afrika harus terus dan akan sangat didukung oleh gerakan oikumenis global."
"Dunia dan gereja membutuhkan pengaruh suara Kristen Afrika, seperti yang dicontohkan oleh kepemimpinan yang kuat, dari perempuan dan laki-laki yang berasal dari Afrika. Janganlah baik Anda maupun dunia di sekitar Anda hanya melihat Afrika sebagai obyek bantuan. Pengalaman hidup dari dalam Afrika sendiri adalah sumber kebijaksanaan dan bimbingan untuk menemukan keadilan, damai dan bermartabat, "tambah Tveit.
Membawa perubahan melalui perempuan dan pemuda
Prof. P.L.O Lumumba, pembicara dari Kenya, menekankan kontribusi penting pemuda dan terutama perempuan dalam mewujudkan nilai-nilai perdamaian, keadilan dan martabat. Dia mengatakan bahwa perubahan dapat terjadi hanya ketika gereja-gereja di Afrika memainkan peran yang sah dalam "kebangkitan kembali dan re-energizing" pemuda Afrika.
"Tidak ada keraguan bahwa pemuda dapat berkontribusi untuk perdamaian di Afrika, tetapi hanya jika mereka berdamai dengan diri mereka sendiri." Banyak anak muda Afrika telah kehilangan harga diri mereka dan mengungsi ke tempat lain. Ia melanjutkan, "banyak anak muda mencari keselamatan dengan pergi migrasi keluar Afrika, dan masih banyak lagi mereka tertarik menjadi tentara anak seperti di negara-negara Sierra Leone, Republik Demokratik Kongo dan lain-lain."
Di tengah kesulitan-kesulitan ini, katanya, pemuda harus berada di garis depan pembaharuan Afrika, tetapi mereka dapat memainkan peran ini hanya jika mereka dilengkapi dengan "senjata harga diri, keberanian dan martabat."
Berbicara untuk wanita Afrika, yang merupakan lebih dari 50 persen dari populasi regional, Lumumba menambahkan bahwa "jika Afrika menginginkan perdamaian dan keadilan, perempuan harus diperlakukan dengan martabat dan diberi kesempatan untuk melayani."
Sekai M. Holland, Wakil Menteri Organ for National Healing, Reconciliation and Integration Zimbabwe, juga berbagi pandangannya tentang pembangunan dalam kaitan dengan tema sidang raya AACC. Dia berpendapat bahwa tidak ada keraguan bahwa Afrika menghadapi tantangan yang sangat besar, namun Afrika juga telah membuat kemajuan luar biasa.
"Perubahan nyata untuk menjadi lebih baik sudah berjalan, reformasi demokrasi telah terjadi di seluruh Afrika sub-Sahara, program penghapusan utang sedang dibahas, tingkat melek huruf secara perlahan meningkat. Di bidang budaya dan agama, gereja-gereja Afrika memiliki suara global yang meningkat, "kata Holland.
Sidang raya AACC ini juga sempat dihadiri oleh Presiden Uganda Yoweri Museveni pada tanggal 8 Juni.
Pembicara lain adalah Uskup Agung Stanley Ntagali, Pdt Suzanne Matale, Prof John Mbiti, Botshelo Moilwa, Dr Agnes Aboum, Pdt Dr Dietrich Werner, Anthony Kehinde Adebayo dan Pdt Dr Konrad Raiser.
Bertemu PM Pakistan, Prabowo Bahas Peningkatan Kerja Sama Ek...
KAIRO, SATUHARAPAN.COM-Presiden Prabowo Subianto melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menter...