Usaha Diplomatik Baru Demi Akhiri Krisis Mesir
KAIRO, SATUHARAPAN.COM – Usaha internasional dalam mengakhiri krisis di Mesir mendorong para diplomat dari Semenanjung Arab, Uni Eropa dan Amerika Serikat menemui wakil pemimpin dari Kelompok Muslim, Khairat el-Shater, yang saat ini sedang dipenjara.
Sumber mengatakan bahwa Shater bertemu dengan para diplomat tersebut secara empat mata tetapi ia menolak untuk bekerja sama dengan mereka, malah ia memaksa kepada para utusan tersebut untuk bertemu dengan presiden yang digulingkan, Mohammed Morsi.
Shayyal, melaporkan dari Kota Nasar di Kairo bahwa “Ini adalah bentuk pengembangan dari politik dan diplomatik yang sangat besar dan penting,”
Shater bertemu dengan menteri luar negeri dari Qatar dan Uni Emirat Arab dan juga Wakil Sekretaris Amerika Serikat, State William Burns, dan Uni Eropa yang mewakili negara Timur Tengah.
“Kami paham bahwa pertemuan tersebut berlangsung kurang dari satu jam, dan dalam pertemuan tersebut Shater mengatakan kepada para perwakilan tersebut untuk tidak membuang waktu mereka bernegosiasi dengannya. Mesir memiliki seorang presiden, bernama Mohammed Morsi.”
Shater adalah seorang pemimpin Kelompok Muslim berpengaruh yang saat ini sedang menghadapi tuduhan percobaan pembunuhan selama protes penggulingan presiden Morsi.
Sementara itu, dikutip dari beberapa sumber informasi, MENA mengatakan bahwa para wakil tersebut sedang mencari jalan tengah untuk mengakhiri krisis Mesir telah menerima ijin dari jaksa agung untuk menemui Shater.
Mediasi tersebut dilaksanakan sesaat setelah pemerintah yang didukung oleh tentara memberikan izin untuk kesempatan mediasi.
Pada akhirnya, senator Amerika Serikat, John McCain, dan Lindsey Graham, akan tiba di Kairo pada hari Senin setelah usaha diplomatik dalam mengakhiri krisis politik di negara tersebut diperkuat.
Burns, yang telah melakukan pembicaraan-pembicaraan dengan para pemimpin Mesir, memperpanjang kunjungannya di Kairo dalam beberapa hari. Dia telah berbicara kepada Adly Mansour, presiden sementara negeri itu, pada hari Minggu untuk mencari jalan keluar dari krisis tersebut.
Pemerintah Amerika Serikat mencoba berjuang bagaimana menanggapi situasi yang terjadi di Mesir sejak Morsi digulingkan oleh militer pada tanggal tiga Juli yang membuat negara itu menjadi kacau.
“Kami ingin membantu Mesir keluar dari masalah tetapi dengan pengertian bahwa Mesir akan bergerak dengan paham demokrasi bukan dengan paham militer yang diktator. Itulah pesan yang sebenarnya akan kami sampaikan,” kata Graham.
Sementara itu, pada hari Minggu, Kairo akan mendengarkan putusan naik banding di pengadilan pada tanggal 25 Agustus untuk mengadili enam perwakilan Kelompok Muslim dengan tuduhan pembunuhan dan penghasutan.
Mohammed Badie adalah terdakwa yang termasuk dalam pemimpin kelompok tersebut. Kelompok tersebut dituduh telah menghasut markas besar mereka dalam suatu bentrokan besar pada tanggal 30 Juni, yang berakhir dengan 12 orang meninggal dunia.
Jaksa juga memerintahkan kepada ajudan Morsi, Rifaa Tehtawi, untuk menunda investigasi selama 15 hari terkait dengan tuduhan kerusuhan di istana Presiden pada bulan Desember lalu.
Tehtawi telah ditahan pada bulan lalu bersama dengan komplotan Morsi.
Protes melawan penggulingan Morsi sementara ini masih terjadi di Kairo dan beberapa tempat lainnya, dengan aliansi anti-kudeta yang dipimpin oleh Kelompok Muslim yang menuntut bahwa Morsi harus segera turun dari jabatannya. (aljazeera.com)
Editor : Yan Chrisna
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...