Wagub DKI: Evaluasi Komisi-komisi, yang Tidak Berguna Bubarkan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan supaya komisi-komisi dibubarkan saja, karena membutuhkan anggaran negara tetapi tidak ada gunanya.
Menurut dia, pada waktu itu rakyat tidak percaya institusi bisa melakukan tugasnya, maka dibentuk komisi-komisi supaya membantu pengawasan. Namun pasca reformasi, di mana secara perlahan-lahan negara semakin baik, maka seharusnya tidak perlu komisi lagi.
“Harusnya banyak komisi-komisi dibubarkan saja supaya tidak banyak keluar uang negara. Itu pernyataan saya.” tegas Wakil Gubernur, Basuki Tjahaja Purnama, di Balai Kota, Rabu (20/11).
“Komisi-komisi itu perlu dievaluasi untuk dibubarkan di Indonesia. Macam-macam komisi yang tidak ada gunanya. Misalnya, Komisi Penanggulangan AIDS, yang kerja juga puskesmas-puskesmas juga. Kemudian Komisi Hukum Nasional, JE Sahetapy (Ketua Komisi Hukum Nasional-Red) saja paham, dia bilang suruh bubarin. Untuk apa komisi itu lagi, kita harus berani.”
Menurut Wagub, tidak ada gunanya kalau komisi hanya menampung orang untuk mengkritik kinerja lembaga yang sudah ada, selain itu menghabiskan uang negara.
Contoh komisi yang perlu dibubarkan menurut Wagub adalah KPAI, Komisi Hukum Nasional dan banyak komisi lainnya, ada sekitar 70 lebih komisi.
“Waktu saya di Komisi II DPR RI, saya sudah bilang itu harus dibubarkan. Di Indonesia ada sekitar 70 lebih (komisi-Red) yang perlu dibubarkan. Menurut saya, tidak perlu, cuma tidak bisa dibubarkan karena harus melalui rapat DPR,” kata dia.
Pekan lalu, Ahok dikritik oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) karena dianggap melanggar hak anak dengan melakukan drop out pelajar pembajak bus. Tapi dirinya mengklarifikasi, bukan drop out, hanya memindahkan. “Kalau mengkritik kasih tahu kita dong, apa solusinya yang masuk akal,” kata dia.
Selain itu, Ahok sempat dituduhkan tidak mengerti undang-undang oleh KPAI, tapi dia kemudian menjelaskan bahwa Undang-undang itu mengatur hak setiap warga negara, tapi penerapan hak itu tidak boleh mengganggu warga lain.
“Jadi, jangan bilang melindungi anak-anak! Di UU pendidikan, siswa juga wajib untuk mentaati peraturan. Jadi kalau dia bilang, saya harus mendapatkan hak saya untuk dididik, itu benar. Tapi ketika hak Anda tidak Anda pakai untuk sekolah tidak tertib, maka Anda dihukum. Itu baru namanya Undang-undang,” dia menegaskan.
“Bayangin kalau anggota Komisi tidak mengerti Undang-undang seperti itu, untuk apa menghabiskan uang negara membayar mereka,” kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...