Wagub DKI: Orientasi PAD Bebani Masyarakat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menyatakan pemerintah daerah pelaksana sistem otonomi yang hanya berorientasi pada pendapatan asli daerah (PAD) justru akan membebani masyarakat. Menurutnya, otonomi daerah tak sekadar persoalan PAD.
“Ini ada beberapa yang perlu diluruskan. Jadi banyak daerah yang dalam benaknya memikirkan otonomi itu hanya sekadar PAD, pendapatan asli daerah. sehingga berbagai macam daya upaya dilakukan untuk meningkatkan PAD-nya,” ujar politikus PDIP itu di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (27/4) pagi.
Orientasi terhadap PAD yang berlebihan dinilai akan berdampak langsung pada penetapan tarif retribusi atau pajak yang melampaui batas. Kebijakan itu tentu dinilai akan merugikan masyarakat.
Kendati PAD menjadi salah satu prasyarat yang harus dipenuhi oleh daerah pelaksana otonomi, poin yang harus diprioritaskan oleh pemda ialah pertumbuhan ekonomi.
“Kalau pertumbuhan ekonomi di daerah itu bagus, rakyat sejahtera, otomatis PAD naik,” ucap Djarot.
Daerah pelaksana otonomi, menurut pria yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Blitar selama dua periode itu, harus mewujudkan kedekatan antara pejabat daerah dan masyarakat melalui pelayanan yang baik. Pusat-pusat layanan itulah yang menjadi tonggak daerah otonom.
“Kalau masing-masing daerah bisa bekerja maksimal, apalagi DKI sebagai ibunya kota-kota di seluruh Indonesia, bisa menunjukkan yang baik, maka akan semakin mudah untuk mewujudkan tujuan otonomi itu sendiri dan itu bisa dicontoh oleh daerah yang lain,” ujarnya.
Untuk itulah, Jakarta sebagai pelaksana daerah otonom berupaya melakukan terobosan-terobosan yang diharapkan dapat menginspirasi daerah otonom lainnya di seluruh Indonesia. Terobosan yang telah dilakukan oleh Jakarta di antaranya e-musrenbang, e-money, Jakarta Smart City, Kartu Jakarta Pintar (KJP), dan Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Otonomi daerah diberlakukan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839).
Dalam perkembangannya, undang-undang tentang otonomi daerah 1999 tersebut digantikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437).
Undang-undang otonomi daerah telah mengalami perubahan beberapa kali. Saat ini, otonomi daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...