Wakil Al-Azhar Mesir: Islam Menolak Negara Agama
KAIRO, SATUHARAPAN.COM – Wakil Al-Azhar menyatakan bahwa Islam menolak negara agama. Hal itu disampaikan Mohamed Abdel-Salam, ketua Komite Prinsip Dasar Negara dan penasihat hukum untuk Imam Besar Al-Azhar, yang duduk dalam Komite 50 untuk membahas konstitusi baru Mesir.
Sementara itu, kelompok yang dikenal ultrakonservatif, Partai Nour Salafi, mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan bahwa pihaknya akan menerima kata akhir dari lembaga Islam Sunni, Al Azhar, tentang identitas Islam dalam konstitusi yang tengah mereka bahas.
Pasca tergulingnya Presiden Mohammed Morsi dari kelompok Ikhwanul Muslimin, pemerintah sementara membentuk Komite beranggota 50 orang dari berbagai kelompok yang mewakili semua unsur di Mesir untuk menyusun konstitusi baru.
Sebelumnya, partai ini bersikeras mempertahankan Pasal 219 Konstitusi 2012 yang disusun kelompok Islamis pada pemerintahan Mohammed Morsi. Pasal itu menyatakan, “Prinsip-prinsip Syariah Islam mencakup interpretasi yang diterima secara umum, aturan-aturan dasar dan yurisprudensi yang diterima secara luas sebagai sumber, adalah yang dinyatakan oleh Sekolah Sunnah dan Agama."
Kritikan muncul terhadap pasal ini, karena membuka pintu terjadinya diskriminasi terhadap kelompok warga negara non Sunni. Ketua Partai Nour, Younis Makhioun, dan perwakilan dari partai politik lainnya pada hari Minggu (15/9) bertemu Presiden sementara, Adli Mansour, membahas agenda road map politik Mesir pasca penggulingan Morsi.
Makhioun mengatakan Partai Nour menyambut penyelesaian perbedaan pandangan tentang pasal yang dipermasalahkan dicapai melalui negosiasi dengan semua kekuatan politik dan faksi-faksi di Komite Konstitusi. Hal ini, merupakan posisi baru bagi partai ini yang semula tidak mau pasal 219 dan identitas Islam lainnya dihapuskan.
Menolak Negara Agama
Sementara itu, wakil dari Al-Azhar mengatakan bahwa mereka menentang setiap artikel yang bertujuan mengubah Mesir menjadi negara agama. Mohamed Abdel-Salam, ketua Komite Prinsip Dasar Negara dan penasihat hukum untuk Imam Besar Al-Azhar, mengatakan, "Beberapa imam dalam periode terakhir telah sangat terdistorsi tentang citra Islam dan semua harus tahu bahwa Islam menolak negara agama."
Sementara itu, Anwar El Sadat, Ketua Partai Pembangunan dan Reformasi yang berorientasi liberal menyebutkan bahwa keputusan Partai Nour yang meninggalkan kata akhir untuk pasal Syariah Islam dan menerima sikap lembaga moderat dan sangat terhormat, Al-Azhar, merupakan langkah yang sangat terhormat dan progresif. Sebab, Al-Azhar sangat dihargai oleh semua kekuatan, termasuk kalangan gereja di Mesir.
Sementara itu, Mohamed Salmawy, juru bicara Komite 50, mengatakan bahwa draft konstitusi hampir selesai dibahas. Pada konferensi pers hari Minggu, dia mengatakan, hampir 100 persen anggota setuju pasal 2 Konstitusi 2012 dipertahankan. Pasal itu menyatakan, "Islam adalah agama negara, Arab adalah bahasa resmi, dan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah sumber utama perundang-undangan.”
Salmawy mengatakan bahwa "beberapa anggota mengusulkan penggabungan artikel satu dan dua, tapi ditolak." Dia menambahkan bahwa setelah hampir sepekan Komite dan kelompok sub komite bekerja, mereka mencapai konsensus untuk 12 pasal. Selain itu, ada dua pasal (37 dan 38) yang dibahas pada sub komite Hak Asasi dan Kebebasan.
Komitmen Memerangi Diskriminasi
Pasal 37 menyatakan, "Martabat adalah hak bagi setiap manusia dan tidak dapat dirampas. Hal ini merupakan kewajiban bagi semua otoritas negara untuk menjamin dan melindungi hak, martabat manusia sesuai dengan konvensi internasional tentang hak asasi manusia.”
Pasal 38 mengamanatkan, "Warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum, dalam hal hak-hak, tugas dan kebebasan, tanpa diskriminasi atas dasar seks, jenis kelamin, asal-usul, bahasa, agama, doktrin, posisi sosial, lokasi geografis, usia, cacat atau alasan lainnya. Negara berkomitmen untuk memerangi segala bentuk diskriminasi, yang adalah kejahatan.”
Salmawy menegaskan bahwa keputusan konstitusional yang dikeluarkan pada 8 Juni tidak berarti bahwa komite hanya berwenang mengubah beberapa pasal, dan membiarkan pasal lain tetap. Komite 50 bisa mengubah semua pasal pada Konstitusi 2012.
"Semua pasal, termasuk pembukaan konstitusi akan berubah sehingga kita akan memiliki konstitusi yang sama sekali baru," kata Salmawy. “Sangat penting untuk mengubah pembukaan karena mencerminkan semangat dan filosofi konstitusi,” kata dia.
Relawan dan Tugas Suci
Salmawy menambahkan bahwa komite menjalankan tugas suci dan mereka mencurahkan waktu secara penuh sebelum batas waktu 60 hari berakhir. Dia menjelaskan bahwa kami bekerja dengan anggaran sebanyak 2,5 juta Pound Mesir.
Angka ini dinilai tak seberapa dibandingkan yang dihabiskan oleh Majelis Konstituante pada pemerintahan Mohammed Morsi. "Biarkan saya mengungkapkan bahwa kelompok Islamis yang mendominasi Majelis Konstituante 2012 menghabiskan lebih dari lima juta Pound Mesir, dan satu lagi, sebanyak lima juta Pound Mesir dialokasikan bagi mereka,” kata Salmawy.
Dana yang digunakan itu, kata dia, cukup untuk Komite 50 menyelesaikan tugas, terutama untuk menampung anggota komite dari luar kota Kairo untuk tinggal “di hotel sederhana," kata dia.
Secara umum, ia menambahkan, semua anggota bertindak sebagai relawan dan merasa bahwa mereka memiliki kewajiban nasional untuk menghasilkan konstitusi modern Mesir, yang mencerminkan cita-cita dari Revolusi 25 Januari dan 30 Juni.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...