Wakil Rakyat: Gunakan APBN untuk Saksi Pemilu, Khianati Rakyat
BANJARMASIN, SATUHARAPAN.COM – Penggunaan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk saksi saat penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 2014, mengundang pro dan kontra.
Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Kalimantan Selatan H Nasrullah AR, di Banjarmasin, Senin (27/1), tidak sependapat penggunaan APBN untuk saksi penghitungan suara di TPS pada Pemilu 2014.
"Apalagi kalau dana dari APBN itu ditujukan bagi partai politik (parpol) peserta Pemilu 2014, apa pun alasannya saya tidak sependapat," kata anggota DPRD Kalsel dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.
"Memangnya parpol dikategorikan orang miskin atau duafa, sehingga perlu bantuan dana pemerintah untuk membayar honorarium saksi saat penghitungan suara di TPS," kata Nasrullah.
Nasrullah yang juga Sekjen Pimpinan Nasional Angkatan Muda Ka`bah itu menyarankan, dana dari pemerintah atau APBN sebesar Rp 58,5 miliar per parpol sebaiknya untuk keperluan lain, seperti infrastruktur.
"Kalau dana Rp 58,5 miliar/parpol tetap untuk membayar honor saksi parpol di TPS, itu sama dengan pengkhianatan terhadap rakyat. Karena uang itu bersumber dari rakyat," ujarnya.
"Padahal masih banyak hal lain yang mungkin sangat penting dibandingkan honor saksi di TPS. Karena saksi dari parpol menjadi kewajiban parpol itu sendiri untuk membiayai," kata dia.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kalsel Ibnu Sina agak ragu memberi tanggapan atas penggunaan APBN untuk honor saksi di TPS.
"Gimana ya, kalau pimpinan pusat tampaknya menyetujui atas penggunaan dana dari APBN untuk saksi di TPS, jadi kita mau tak mau harus mengikuti," kata Ibnu—anggota DPRD Kalsel dua periode dari PKS.
Namun, mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu menyatakan, secara pribadi juga tidak sependapat penggunaan APBD untuk saksi parpol di TPS.
"Kan kita (PKS, Red) juga punya anggaran tersendiri untuk perekrutan saksi di TPS saat penghitungan suara setelah pencoblosan 9 April 2014," ia menjawab pertanyaan wartawan yang tergabung dalam Journalist Parliament Community (JPC) Kalsel.
"Tapi kalau dana dari pemerintah itu, ditujukan untuk saksi independen, guna menjaga independensi serta kenetralan saat penghitungan suara di TPS, maka menurut saya, hal itu wajar-wajar saja," demikian Ibnu Sina.
Pemerintah Tunggu Bawaslu-Parpol
Pemerintah menunggu kesepakatan Badan Pengawas Pemilu dan partai politik terkait dana saksi Pemilu sebelum Peraturan Presiden (Perpres) dikeluarkan, kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Jakarta, Senin.
"Pemerintah akan membantu kalau (pembahasan) ini sudah matang antara parpol dan Bawaslu. Perpres itu nantinya akan mendukung yang di bawah, antara parpol dan Bawaslu, maka menunggu pembahasan antara keduanya," kata Gamawan ketika ditemui di Gedung Kemendagri.
Terkait adanya parpol yang menolak dana saksi dari Pemerintah tersebut, Gamawan mengatakan anggaran tidak akan diberikan jika belum ada kesepakatan di antara parpol.
"Kalau (parpol) tidak setuju tentu tidak mungkin diberikan. Itu tergantung Bawaslu bagaimananya, tentu harus dimatangkan dulu antara Bawaslu dan parpol. Pemerintah tidak mau masuk ke wilayah yang tiba-tiba ada perbedaan semacam itu," ia menjelaskan.
Dia mengatakan upaya Pemerintah menganggarkan biaya untuk membayar saksi dari perwakilan tersebut muncul saat terjadi pembahasan anggaran Mitra Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) oleh Bawaslu di Komisi II DPR RI.
"Bawaslu kan mengajukan dan sudah disetujui untuk Mitra PPL, tapi anggarannya tidak keluar. Pada waktu pembahasan muncullah ide-ide untuk saksi parpol," kata dia.
Perpres tersebut nantinya akan berisi persetujuan Presiden mengenai dana saksi untuk parpol dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara terkait mekanisme penyampaiannya menjadi wewenang Bawaslu.
"Perpres itu nanti membantu dalam bentuk biaya, bukan mekanismenya karena itu kewenangan Bawaslu. Itu yang sekarang sedang dirapatkan," ujarnya.
Sementara itu, Bawaslu sendiri masih belum menentukan mekanisme penyaluran dana tersebut. Anggota Bawaslu Daniel Zuchron mengaku pihaknya tidak meminta adanya anggaran untuk saksi dari parpol.
"Karena itu bukan proporsi Bawaslu mengurusi parpol dalam hal pembiayaan. Itu kan karena ada kesepakatan antara DPR dan Pemerintah," kata Daniel ketika dikonfirmasi, Minggu (26/1).
Menurut dia, Bawaslu bertindak sebagai lembaga yang menjalankan kebijakan melalui undang-undang dan peraturan berlaku.
"Ini kan soal kebijakan, kemudian ada parpol yang begini begitu kan itu soal koordinasi antara DPR dan Pemerintah," lanjut Daniel.
Oleh karena itu, kata Daniel, Bawaslu saat ini sedang memikirkan mekanisme pencairan dana saksi tersebut.
"Yang sedang kami pikirkan saat ini adalah bagaimana skema pendistribusian uang saksi parpol itu di lapangan. Pastilah uang (anggaran) itu kami pertanggungjawabkan," ujarnya. (Ant)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...