Walhi: Presiden Diminta Hormati Hukum terkait Reklamasi Teluk Jakarta
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengingatkan Presiden Joko Widodo agar menghormati hukum terkait polemik reklamasi Teluk Jakarta.
“Apa yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kamaritiman, Luhut Binsar Panjaitan merupakan tamparan keras bagi Presiden Joko Widodo. Karena di berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk menegakkan hukum, namun justru pemerintah sendiri yang tidak mentaati hukum dan menodai supremasi hukum dengan melawan pengadilan,” kata Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati dalam jumpa persnya digelar di kantor Walhi Jalan Tegal Parang, Jakarta Selatan, hari Kamis (15/9).
Nur Hidayati yang akrab disapa Yaya menjelaskan bahwa Walhi selama ini memiliki perhatian besar terhadap seluruh proyek reklamasi di Indonesia, termasuk reklamasi Teluk Jakarta yang sejak tahun 1990 sudah melakukan advokasi.
“Sejak dulu proyek reklamasi bertujuan untuk memperluas kawasan-kawasan komersial yang menimbulkan dampak luas terhadap kondisi lingkungan, termasuk reklamasi Teluk Jakarta yang mengakibatkan banjir dan menghilangkan penghidupan para nelayan,” ujar Yaya.
Kami melihat ada kesalahan berfikir yang mendasar dari pemerintah terkait dengan proyek reklamasi. Jadi bukannya merehabilitasi terhadap kondisi pesisir di Indonesia yang mengalami krisis kerusakan lingkungan, seperti ekosistem mangrove, pencemaran dan lain-lain, justru pemerintah malah melakukan “bunuh diri” massal dengan membuat proyek-proyek reklamasi di berbagai wilayah di Indonesia.
Jakarta menurut Yaya pada khususnya menjadi sangat penting, karena Jakarta adalah ikon yang dapat menjadi panutan bagi wilayah lain ketika di daerah ingin melakukan pengembagan di wilayahnya masing-masing.
“Walhi melihat selama ini pembangunan di Jakarta merupakan pembangunan model yang tidak sustainable atau berkelanjutan karena mengorbankan kehidupan lain, baik sosial, maupun lingkungan,” kata Yaya.
Melihat kondisi itu, seharusnya pemerintah melakukan sesuatu dengan melakukan pembangunan yang berkelanjutan, bukan malah membangun sebuah ilusi baru yang disebut waterfront city yang pada kenyataannya memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
Terkait hal itu, Walhi mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo kepada pembantunya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan untuk tidak melakukan perlawanan terhadap hukum.
Proses hukum reklamasi Pulau G sampai dengan saat ini masih berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Bulan Mei lalu, nelayan yang tinggal di Teluk Jakarta bersama dengan organisasasi masyarakat sipil mengajukan gugatan. Dari hasil keputusan PTUN disampaikan bahwa izin dari Pulau G harus dicabut dan selama proses peradilan berlangsung, pelaksanaan dari izin harus ditunda. Artinya tidak boleh ada aktivitas apapun di Pulau G untuk melancarkan reklamasi Pulau G sampai ada keputusan hukum tetap.
“Jadi kami meminta, presiden harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan saat ini. Tidak boleh ada statement-statement yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat yang justru memberi dampak luas, karena prilaku tersebut akan dicontoh oleh pemerintah daerah lain yang wilayahnya juga akan melaksanakan proyek pembangunan reklamasi,” kata Yaya.
Pernyataan sikap Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati tersebut disampaikan dalam jumpa pers didampingi oleh Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi, Khalisah Khalid, dan Manajer Penanganan Kasus dan Tanggap Darurat Walhi, Edo Rakhman.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Ajax Akan Gunakan Lagi Logo Tahun 1928
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Klub sepak bola Liga Belanda, Ajax Amsterdam, kembali menggunakan logo la...