Walikota Savar Ditangkap, Dia Bertanggung Jawab Atas Runtuhnya Pabrik Tekstil yang Menewaskan 1.129 Orang
BANGLADESH, SATUHARAPAN.COM - Walikota Savar, Mohammad Refayet Ullah, akhirnya ditangkap polisi setempat setelah diketahui menyetujui pembuatan struktur bangunan yang buruk pada pabrik tekstil, yang mengakibatkannya runtuh pada April lalu dan menewaskan sebanyak 1.129 orang.
Mohammad Refayet Ullah ditangkap Rabu malam (24/7), tepat tiga bulan setelah gedung Rana Plaza runtuh. Kepala polisi setempat, Mostofa Kamal, membenarkan bahwa Refayet Ullah telah diskors sebagai walikota setelah bencana industri terburuk di dunia. Dia selama ini dicari untuk ditanyai tentang pembangunan sembilan struktur lantai pada pabrik garmen yang runtuh.
"CID (Criminal Investigation Department) petugas yang menyelidiki kasus itu telah menangkapnya di Dhaka," kata Kamal, seperti disampaikan berita abc.net.au.
Mohammad Refayet Ullah adalah pejabat oposisi, yang selama 14 tahun terakhir telah menjadi walikota dan menguasai sejumlah pabrik garmen. Para pejabat lokal mengatakan bahwa kantornya telah mengizinkan tiga lantai tambahan, yang awalnya hanya memiliki izin untuk enam lantai.
Walikota dituduh tidak mengambil tindakan tegas ketika dilaporkan banyak pihak atas munculnya retakan dalam struktur bangunan yang terbebani, satu hari sebelum tragedi itu terjadi.
Sementara itu, tim penyelidik bencana milik pemerintah telah meninjau lokasi kejadian, dan menyatakan bahwa kontraktor menggunakan bahan konstruksi jelek untuk membangun gedung. Selain itu, tim investigasi menyarankan agar pemilik dan orang-orang yang bersekongkol dalam konstruksi bangunan dituntut bersalah karena melakukan pembunuhan, meskipun pihak polisi belum menjatuhkan tuduhan terhadap para pelaku.
Buruh Pabrik diperlakukan Sebagai Budak
Sementara di waktu yang berbeda, pemenerima hadiah Nobel Perdamaian atas "usaha kredit mikro untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan sosial dari bawah", Muhammad Yunus, mengatakan bahwa Bangladesh seharusnya tidak menjadi "negara yang memperbudak para pekerja" dan negara harus dapat berubah.
Menurut Muhammad Yunus, buruh pabrik di Bangladesh banyak yang diperlakukan seperti budak. "Kami ingin memiliki negara dengan wanita yang bermartabat dalam bekerja, dan memiliki ketrampilan yang baik, sehingga mereka dapat membuat semua orang senang terhadap produk kami. Dan pada saat yang sama, kita memperoleh penghasilan yang layak untuk diri kita sendiri. Itulah seluruh ide kami," kata Yunus, dalam wawancara dengan Al Jazeera, pada 23 Mei yang lalu.
Editor : Sabar Subekti
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...