Loading...
HAM
Penulis: Endang Saputra 15:02 WIB | Sabtu, 14 November 2015

Wapres Tak Tanggapi IPT 1965 Den Haag

Suasana International People’s Tribunal 1965 di Den Haag Belanda. (Foto: 1965tribunal.org)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menegaskan Pemerintah Republik Indonesia tidak akan menanggapi hasil pengadilan rakyat di Den Haag, Belanda, yang membawa kasus pelanggaran HAM yang diduga terjadi di Indonesia pada 1965-1966.

"Enggak, enggak (akan ditanggapi hasilnya)," kata Wapres di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta, hari Sabtu (14/11) sesaat setelah mengantarkan Presiden Joko Widodo dan rombongan berangkat ke Antalya, Turki, untuk menghadiri KTT G-20.

JK akan melakukan kunjungan kerja ke Aceh untuk menghadiri Puncak Peringatan 10 Tahun Perdamaian Aceh di Banda Aceh pada 14-15 November 2015.

Wapres menganggap pengadilan rakyat tersebut bukan pengadilan resmi yang hasilnya bisa menjadi rujukan.

"Tidak, itukan bukan pengadilan benaran. Itu hanya suatu kelompok," katanya.

Seblumnya, Todung Mulya Lubis dan enam pengacara lain menjadi jaksa dalam International People’s Tribunal (IPT)—Pengadilan Rakyat—di Den Haag, Belanda, Selasa (10/11) . Kasusnya adalah pembantaian massal pasca terbunuhnya perwira teras militer Angkatan Darat TNI pada 1 Oktober 1965 subuh.

Pada pagi hari waktu setempat atau sore waktu Indonesia bagian Barat, Todung Mulya Lubis mulai membuka persidangan dengan membacakan dakwaan bahwa Indonesia bertanggung jawab atas pembantaian massal.

Pengacara lain yang terlibat—karena alasan keamanan nama-nama mereka baru diumumkan hari ini—adalah Silke Studzinsky, Agustinus Agung Wijaya, Sri Suparyati, Antarini Arna, Uli Parulian Sihombing, dan Bahrain Makmun.

Pengadilan yang berlangsung hingga Jumat (13/11) dan pembacaan keputusan pada 2016 di Jenewa ini berupaya untuk mengungkap peristiwa pembantaian di Indonesia antara tahun 1965 sampai 1966.

Setelah 50 tahun, peristiwa 1965 masih jadi isu sensitif di Indonesia. Ketika itu, diperkirakan sekitar satu juta orang yang dituduh menjadi anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dikejar-kejar, dibunuh, dibantai, disiksa dan dianiaya. Anak-anak serta keluarga mereka mengalami represi selama puluhan tahun di bawah pemerintahan Orde Baru Jenderal Soeharto. Dan hingga kini belum ada pemeriksaan atas kasus itu. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home