Warga Ekspatriat Rayakan Paskah di Malaysia
SATUHARAPAN.COM – Paskah, yang melambangkan kebangkitan Yesus Kristus, sebagai penebus dari dosa-dosa umat manusia. Bagi umat Kristiani, tidak hanya sekedar libur tetapi secara pribadi dan menurut keinginan sendiri juga melakukan beberapa “ritual” biasanya sebelum Paskah, Kristen menghabiskan 40 hari berdoa, berpuasa dan melakukan penebusan dosa selama musim Prapaskah, yang dimulai pada hari Rabu Abu.
Seperti dikisahkan dalam Alkitab, Yesus menghabiskan 40 hari di padang gurun, dengan tidak ada air atau makanan, dan menghindari godaan iblis.
Demikian pula, selama masa Prapaskah, orang Kristen dipanggil untuk merefleksikan kehidupan mereka dan cepat atau menjauhkan diri dari sesuatu, baik itu makanan tertentu atau hobi. Banyak yang memilih untuk menjauhkan diri dari daging dan vegetarian tetap sampai Minggu Paskah.
Tidak hanya di negara yang mayoritas berpenduduk umat Kristiani, tetapi di negara mayoritas muslim seperti Malaysia ada beberapa warga ekspatriat merayakan Paskah jauh dari tanah kelahiran masing-masing. Seperti tertuang di thestar.com.my, Sabtu (4/4) StarMetro berbincang santai dengan beberapa ekspatriat yang kebetulan ada di Sarawak, Malaysia yang telah membuat Klang Valley sebagai “rumah kedua” mereka, untuk melihat bagaimana mereka merayakan Paskah jauh dari rumah.
Di Filipina, yang merupakan rumah bagi salah satu populasi Katolik Roma terbesar di Asia, selalu ada perayaan besar hal ini diamini oleh Jillian Ilao (27) dari Manila akan membuat tradisi baru untuk perayaan Paskah ke sini tahun ini.
Ilao baru saja pindah ke Kuala Lumpur untuk dipindahkan bekerja di sebuah perusahaan Public Relations yang memiliki kantor cabang di Malaysia dan ini akan menjadi Paskah pertamanya jauh dari keluarganya.
“Saya dan keluarga saya akan kembali ke provinsi kami untuk bergabung dengan keluarga kami untuk menghadiri misa selama Pekan Suci dan mengambil bagian dalam prosesi di gereja yang dimulai pukul 5 pagi," kata Ilao.
Prosesi, yang disebut "salubong" dalam bahasa Filipina adalah pertemuan Bunda Maria dan Yesus pada pagi hari Minggu Paskah. Ilao menjelaskan bahwa salubuong adalah salah satu perayaan yang paling penting selama Paskah karena menandakan kebangkitan Yesus Kristus, dia menambahkan bahwa setelah keluarga besar akan berkumpul untuk makan siang sederhana.
Tahun ini, Ilao Paskah akan dihabiskan di Katedral St. John, Sarawak dan makan bersama jemaat yang ada di sana.
Sama dengan Ilao, maka bagi pemuda Botswana, Tito Sabone (27) yang merayakan Paskah di Malaysia selama delapan tahun terakhir dia menyebut perayaan Paskah di Malaysia lebih tenang.
Keluarganya akan menghabiskan Sabtu malam dan Minggu berdoa dan perayaan Paskah dimulai saat matahari terbit.
"Seluruh minggu sebelum Paskah, kita biasanya merefleksikan kehidupan Yesus dan kita didorong untuk berpikir tentang tahun mendatang dan apa berkat yang kita harapkan," kata Tito.
Pada hari Sabtu, keluarganya akan berkumpul di tempat kakeknya di mana akan ada banyak memasak dan tawa, kata Sabone, yang memiliki lebih dari 40 sepupu.
Tito sebenarnya rindu salah satu makana tradisonal Botswana salah satunya yakni dikgobe, hidangan dengan jenis kacang-kacangan dan daging sapi biasanya. Hidangan ini akan disiapkan oleh orang-orang dalam keluarga. Hidangan Barat juga akan disiapkan.
Paskah adalah hari libur nasional di Botswana, katanya, menambahkan bahwa ia akan memiliki keberuntungan pot dan pesta kolam renang dengan kelompok pemuda gereja di Petaling Jaya.
Lain lagi dengan Warga Negara Malaysia namun yang bekerja di luar kota seperti dialami Esther Chan, asal Kuching, Malaysia yang telah tinggal di Klang Valley selama empat tahun dan tidak kembali ke rumah untuk Paskah karena sibuk menjalani masa studi.
Jumat Agung dan Paskah adalah hari libur umum di Sabah dan Sarawak namun di kota Kuching tidak, sehinggga Ester berpikir terlalu pendek untuk “mudik”.
Apabila kembali ke kampung halaman, Ester dan keluarganya akan memiliki panci keberuntungan makan malam dengan anggota gereja mereka, yang biasanya melihat sebuah pertemuan dekat dengan 30 orang. Pada paskah 2015 ini, Ester akan menghadiri misa dilanjutkan dengan makan siang dengan teman-teman.
Sementara bagi Reening Lau dua puluh tiga tahun, seorang arsitek, juga dari Kuching, juga belum kembali ke rumah untuk perayaan. Dia biasanya menghabiskan Paskah di gereja sebelum memilih makan malam ala Tiongkok. Ia juga akan bermain gitar dan bernyanyi dalam paduan suara gereja.
Lau mengatakan ia akan menghadiri misa Paskah dan kembali bekerja di malam hari. Seminggu sebelum Paskah, ia "puasa" dengan mengurangi waktu yang dihabiskan untuk online di depan komputer dan media sosial, untuk menjaga pikirannya pada Pekan Suci. (thestar.com.my).
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...