Warga Hong Kong Tersangka Penyiksa PRT Dibebaskan dengan Jaminan
HONG KONG, SATUHARAPAN.COM - Ibu beranak dua warga Hong Kong, yang diduga menganiaya para pembantu rumah tangganya, memukul dengan sapu dan mengancam akan membunuh saudara-saudara mereka, dibebaskan dengan jaminan Rabu (22/1), setelah resmi menjadi tersangka dalam kasus yang telah memicu kemarahan.
Warga Hong Kong itu, Law Wan-tung, mantan perias wajah, ditahan polisi di bandar udara Hong Kong, Senin (20/1) sesaat sebelum terbang ke Thailand. Dalam perjalanan dari kantor polisi dan rumahnya, para demonstran yang memantau keberadaannya, terus meneriakkan kata-kata “monster”.
Law, 44, memakai jaket hitam, tampak tenang saat tuduhan-tuduhan, termasuk melukai, menyerang dan intimidasi kriminal, dibacakan.
Jaksa membebaskan Law dengan jaminan satu juta dolar Hong Kong, meskipun ada desakan-desakan dari jaksa untuk tetap menahannya mengingat kekejian dugaan penyiksaan selama bertahun-tahun, dan adanya risiko ia meninggalkan Hong Kong. Sidang selanjutnya digelar 25 Maret.
Jaksa menggambarkan bagaimana Law memperlakukan beberapa pembantu rumah tangganya dengan buruk, termasuk pembantu rumah tangga asal Indonesia Erwiana Sulistyaningsih (23), yang sekarang dirawat di rumah sakit di Sragen, Jawa Tengah, karena luka-lukanya.
"Ia mulai memukulnya tanpa henti, mencakarnya, menamparnya, dan mendorong kepalanya ke tembok serta meninju hidung dan giginya," ujar jaksa penuntut.
Pengadilan juga mendengarkan bagaimana Erwiana dan pembantu yang lain telah dipukul dengan beragam barang, termasuk gantungan pakaian dan sapu. Law mengancam akan membunuh kerabat mereka jika melaporkan penyiksaan itu, menurut jaksa.
Perbudakan Modern
Para dokter yang merawat Erwiana mengatakan luka bakar di tubuhnya disebabkan oleh air mendidih. Foto-foto menyedihkan dari wajah dan tubuhnya yang luka-luka telah menyebar di Internet dan memunculkan tuduhan "perbudakan era modern".
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menulis di akun Twitter resminya bahwa ia akan membantu menyelesaikan masalah-masalah hukum dan perawatan medis untuk Erwiana, dengan menggambarkan penderitaannya sebagai "penyiksaan".
"Saya marah kepada mereka yang melakukan kejahatan-kejahatan ini dan saya ingin hukum dan keadilan ditegakkan. Sejauh ini, perlakuan terhadap pekerja Indonesia (di Hong Kong) telah baik namun bencana ini terjadi. Yang penting adalah Anda tahu pemerintah tidak senang, saya tidak senang," ujar Presiden kepada ayah Erwiana, Selasa (21/1), lewat telepon.
Law tidak mengajukan pembelaan pada sidang, namun pengacara pembela, Patrick Wong, dalam mitigasi mengatakan Law telah bekerja sama secara penuh dengan polisi. Tidak ada latar belakang kriminal dan tidak ada bukti jelas mengenai penyiksaan kecuali klaim-klaim yang dibuat para pekerjanya.
"Ia tipikal warga Hong Kong yang normal yang berakar di Hong Kong," ujar Wong.
Law meninggalkan pengadilan memakai jaket berkerudung hitam, kacamata hitam dan masker, diikuti segerombolan wartawan.
Nasib Erwiana telah memicu protes dan meningkatnya kekhawatiran masyarakat di Hong Kong. Beberapa ribu pekerja rumah tangga dan pendukung mereka berdemonstrasi di kantor-kantor pemerintahan di Hong Kong, Minggu (19/1), menuntut tanggapan resmi yang jelas, keadilan, dan kompensasi bagi Erwiana.
Hong Kong, bekas wilayah jajahan Inggris yang dikembalikan ke Pemerintah China pada 1997, memiliki sekitar 300.000 pekerja domestik asing, sebagian besar dari Filipina dan Indonesia. (VOA/Reuters/AP)
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...