WWF-Indonesia Apresiasi Kebijakan Garuda Indonesia Embargo Kargo Sirip Hiu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – WWF-Indonesia mengapresiasi langkah manajemen maskapai penerbangan nasional, Garuda Indonesia, yang baru-baru ini mengeluarkan kebijakan internal “Embargo On Shipment All Kind Shark Fin” atau embargo pengiriman semua jenis sirip hiu dalam penerbangannya yang mulai efektif diberlakukan tanggal 8 Oktober 2013.
Melalui kebijakan ini, Garuda Indonesia bergabung dengan sejumlah maskapai penerbangan yang telah lebih dahulu menghentikan pengiriman produk-produk sirip hiu, seperti Air New Zealand, Cathay Pacific, Emirates Airlines, Fiji Airways, dan Korean Air.
“WWF memberikan apresiasi atas kebijakan embargo yang dikeluarkan Garuda Indonesia atas pengiriman produk sirip hiu. Hal ini merupakan langkah positif yang patut dicontoh oleh perusahaan-perusahaan lainnya, termasuk maskapai penerbangan, restoran, hotel, supermarket, yang terlibat dalam perdagangan hiu”, jelas Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia.
“Keputusan mengeluarkan kebijakan ini merupakan wujud dari komitmen Garuda Indonesia untuk mendukung kampanye antiperdagangan hiu #SOSharks yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia”, kata Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
Setiap tahunnya Garuda Indonesia memfasilitasi pengiriman sebanyak 36 ton kargo bermuatan produk-produk sirip hiu. Sehingga dengan mengeluarkan kebijakan embargo ini, Garuda Indonesia berkontribusi pada upaya pengurangan perdagangan sirip hiu di pasar global.
Selain itu, sejak tahun 2012, Garuda Indonesia juga telah memberlakukan embargo dengan tidak menerima pengangkutan satwa mamalia hidup seperti lumba-lumba dan harimau, termasuk hewan peliharaan (domestic pet) mamalia seperti anjing, kucing, dll, sebagai bagasi tercatat, kecuali untuk service animal.
Hiu telah menjadi perhatian global dan diperdagangkan dalam berbagai bentuk tidak hanya sirip kering saja. Setidaknya 1.145.087 ton produk hiu diperdagangkan secara global setiap tahunnya. Padahal hiu adalah spesies yang populasinya terancam punah dan lambat reproduksinya. Melonjaknya jumlah permintaan sirip dan produk-produk hiu lainnya menyebabkan terjadinya penangkapan besar-besaran terhadap satwa ini. Data FAO (2010) menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan teratas dari 20 negara penangkap hiu terbesar di dunia.
Kampanye anti konsumsi hiu berhasil mendapatkan dukungan di sejumlah negara, seperti Cina dan Australia. Pemerintah Cina misalnya, memutuskan tidak lagi menghidangkan sup sirip hiu di acara kenegaraan. Australia bahkan melarang shark finning, yaitu praktik pengambilan sirip hiu dengan cara yang kejam.
Di Indonesia, Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kelautan dan Perikanan bersama lembaga lainnya termasuk WWF, terus mendorong upaya penetapan National Plan OF Action (NPOA) untuk mengelola kelestarian sumberdaya hiu di Indonesia.
Pemprov DKI Jakarta, sebagaimana disampaikan Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (15/6), juga sedang menyiapkan Peraturan Gubernur yang meminta restoran atau rumah makan di Jakarta untuk berhenti menyajikan atau memperdagangkan produk-produk hiu serta turunannya.
Hingga saat ini kampanye Save Our Shark (#SOSharks) WWF didukung oleh sedikitnya 23 orang figur publik dan selebriti termasuk chef, pakar kesehatan, musisi, aktor hingga produser film. (Sumber: wwf.or.id)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...