Yasonna Laoly Dulu Ingin Jadi Pendeta
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna H Laoly mendapatkan pesan dari Presiden Joko Widodo untuk terus memperbaiki pelayanan keimigrasian dan juga lembaga pemasyarakatan (lapas).
"Pesan Bapak Presiden juga yang kemarin saya menghadap termasuk di dalamnya untuk terus perbaiki pelayanan keimigrasian baik di dalam pelayanan paspor. Pelayanan paspor sudah lebih baik tetapi harus terus ditingkatkan," ucap Yasonna saat sambutannya pada acara serah terima jabatan di gedung Kemenkumham, Jakarta, Rabu (23/10).
Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D menjabat Menkumham sejak 27 Oktober 2014. Dia lulusan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) pada 1978 lalu melanjutkan S2 di Virginia Commonwealth University Amerika Serikat pada 1986 kemudian memperoleh gelar Ph.D di North Carolina State University AS pada 1994.
Sebelum ditunjuk menjadi menteri, Yasonna adalah anggota DPR RI di Komisi II pada periode 2004-2009 dari Fraksi PDIP.
Yasonna lahir 27 Mei 1953 di Sorkam, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, dia anak pertama dari enam saudara. Dalam blog pribadinya menceritakan dia mewarisi gen dua etnis berbeda, yakni ayah bersuku Nias bernama Faogá½’aro Laoly dan ibu bersuku Batak bernama Resiana Sihite.
Ayahnya berlatar belakang polisi, dengan pangkat terakhir mayor. Lalu menjadi anggota DPRD Kota Sibolga dan anggota DPRD Tapanuli Tengah dari Fraksi ABRI.
Pada saat ia berumur dua tahun, keluarganya pindah ke Barus, Tapanuli Tengah. Beberapa tahun kemudian, pindah lagi ke kota Sibolga. Di Sibolga inilah Yasonna menghabiskan masa kecil dan remaja.
Ketika duduk di kelas 1 SMA, sang ayah sempat mengutarakan keinginan agar kelak Yasonna dapat menjadi pendeta. Yasonna setuju.
Namun saat berkunjung ke rumah keluarganya yang ada di Medan, kakak sepupunya tidak setuju karena sudah banyak orang Nias jadi pendeta. Yasonna kemudian diajak jalan-jalan ke kampus Universitas Sumatera Utara. Di kampus USU itulah tiba-tiba muncul keinginan Yasonna untuk kuliah di jurusan hukum.
Di tahun ketiga kuliah, Yasonna mulai aktif berorganisasi. Beberapa organisasi pernah dia ikuti, antara lain Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) pada tahun 1976.
Memasuki tahun keempat perkuliahan, Yasonna mulai mengembangkan sayap menjadi pengacara dengan menangani perkara perdata maupun pidana. Kasus pertama yang dia tangani adalah kasus perceraian.
Setelah lulus kuliah dia berprofesi sebagai pengacara independen lalu menjadi penasehat hukum di Hasan Chandra. Karir Yasonna berkembang, bukan hanya sebagai pengacara, tapi juga dosen di Universitas HKBP Nommensen Medan.
Tahun 1983, Universitas HKBP Nommensen mengirimnya untuk kuliah nongelar di Roanoke College, di Salem, Virginia, Amerika Serikat. Lulus dari program tersebut, Yasonna langsung melanjutkan kuliah S2 dan S3.
Sekembalinya ke Indonesia atas saran beberapa teman, Yasonna pun terjun ke dunia politik. Kebetulan orientasi politiknya sudah terbentuk sejak masih kuliah di USU. Dia selalu ikut kampanye mendukung PDI pada masa pemilu. Maka dia pun mantap bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Karir politik bapak empat anak ini semakin melesat ketika Presiden Joko Widodo mengangkatnya sebagai Menkumham. Pengalaman bertahun- tahun sebagai seorang akademisi di bidang hukum sekaligus pengacara, serta pengalaman menjadi anggota Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum HAM dan Keamanan menjadikannya Menkumham di Kabinet Kerja dan Kabinet Indonesia Maju. (Ant/yasonnahlaoly.com)
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...