Youth Camp for Peace Guna Menghasilkan Anak-Anak Muda Yang Cinta Damai
LEMBANG, SATUHARAPAN.COM – (Indonesian Conference on Religion and Peace) atau ICRP menekankan pentingnya menghasilkan generasi muda guna mencetak individu yang cinta akan perdamaian dan juga berintegritas. Hal ini tercermin dalam kegiatan Youth Camp For Peace yang digelar pada Jumat (27/9) hingga Minggu (29/9), di Vihara Vipassana, Lembang, Kabupaten Bandung. Pernyataan ini tercermin dalam halaman blog milik Gayatri Wedotami, salah seorang peserta Youth Camp For Peace yang menuliskan pengalamannya bersama dengan teman-temannya dari berbagai kepercayaan berbeda, pada Senin (30/9).
Pada acara yang digelar oleh ICRP dan bekerja sama dengan Harmoni Mitra Media diikuti oleh 35 peserta dan 13 panitia. Para partisipan adalah mahasiswa yang berasal dari beberapa perguruan tinggi berlatar belakang agama terkemuka di Jabodetabek dan Bandung, antara lain Sebagian besar dari mereka berasal dari sekolah tinggi atau kampus-kampus yang erat kaitannya dengan agama seperti Universitas Islam Negeri, Sekolah Tinggi Agama Hindu, Sekolah Tinggi Agama Buddha, Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (kampus filsafat dan teologi Kristen Protestan), Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara (kampus filsafat dan teologi Katholik), Sekolah Tinggi Filsafat Sadra (kampus filsafat dan teologi Islam, khususnya Syiah), dan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Pada pemberitaan satuharapan.com pada Selasa (24/9), Achmad Nurcholish selaku Koordinator Bidang Penelitian ICRP mengatakan Youth Camp For Peace yang diselenggarakan di Lembang, Kabupaten Bandung tersebut guna mendidik kader-kader generasi muda yang ada di bangku kuliah guna menjadi pribadi yang membangun perdamaian.
“Salah satunya kita (ICRP) ingin menyasar anak-anak muda menjadi peace building dan conflict resolution. Oleh karena itu Youth Camp For Peace ini sebetulnya sebagai rangkaian akhir dari kegiatan harmony goes to campus,” kata Nurcholish.
Pada halaman pribadi salah seorang peserta Youth Camp For Peace, Gayatri Wedotami mengatakan pentingnya mengucapkan selamat hari raya kepada orang yang berbeda agama pun sudah hampir punah disebabkan oleh pemahaman agama yang sempit.
“Bahkan tradisi datang berkunjung kepada tetangga dan saudara yang berbeda agama pada hari raya atau hari-hari lainnya untuk bertamu juga semakin gencar dimusnahkan penganut mayoritas garis keras,” kata Gayatri dalam uraiannya.
Gayatri mengatakan penting untuk melihat toleransi sebagai upaya untuk membangun negara ini, karena tidak sepantasnya generasi muda berdiam diri dan pasif apabila ada tetangga atau teman yang berbeda keyakinan, tetapi dilarang beribadah.
“Kita bersikap seharusnya, tidak cuek, diam menunggu tindakan pemerintah atau aparat yang berwenang, namun kita aktif untuk menggelorakan perdamaian, dan melakukan apa yang bisa kita lakukan,” lanjut Gayatri.
Gayatri mengatakan bahwa salah satu keunikan yang terjadi dalam acara ini, yakni pada pertemuan ini, 35 anak muda ini, beserta sekitar 13 orang panitia tidaklah tabu dalam membicarakan dan mempraktikkan keyakinan mereka masing-masing. “Anak muda Katholik Roma dan Kristen Ortodoks dapat saling bertanya apa perbedaan keyakinan di antara keduanya, anak Protestan dapat bertanya apa bedanya Sunni, Syiah dan Ahmadiyah, dan anak Muslim juga dapat bertanya apa bedanya Hindu dengan Buddha, dan seterusnya,” menurut Gayatri.
Gayatri mengatakan bahwa saat ini penting bagi kita untuk melihat bahwa ada kepercayaan lain yang saat ini tidak tercatat di Kementerian Agama, seperti Baha’i dan Sapto Dharmo dapat mengenal dari penganutnya langsung. Tidak hanya tentang kepercayaan tersebut, tetapi ritual di kamar peserta pun demikian, Gayatri mendeskripsikan di kamar peserta, misalnya yang menarik, anak-anak Muslim sholat menghadap kiblat ke arah barat sambil memunggungi anak-anak Kristen Ortodoks yang juga sedang sholat menghadap ke arah timur. Caranya pun hampir mirip, bahkan tidak semua orang Kristen mengetahui hal ini. Selama dua pagi anak-anak ini bisa mencoba bagaimana rasanya ikut bermeditasi bersama teman-teman Buddhis mereka di salah satu candi, duduk diam selama 20-30 menit, kemudian berolahraga pagi dan belajar sedikit kungfu dari seorang mahaguru kungfu yang beragama Kristen Protestan. (icrp-online.org/ aldekalogiyah.wordpress.com)
Editor : Bayu Probo
Jakbar Tanam Ribuan Tanaman Hias di Srengseng
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat menanam sebanyak 4.700...