Yu Sutinah: Berjuang dalam Diam
Yu Sutinah dan teman-temannya tak membuat jalanan jadi macet.
SATUHARAPAN.COM – Pada 1965 Martin Luther King Jr. memimpin orang-orang kulit hitam di Selma ke Montgomery di Alabama untuk mendapatkan hak mereka ikut dalam pemilihan umum. Dalam perjuangan itu, Marthin Luther King Jr. bergeming untuk berjuang tanpa kekerasan sekalipun polisi dan kelompok anti kulit hitam menodong mereka dengan senjata api.
Pada 2016 Yu Sutinah bersama delapan perempuan dari Rembang berjuang menolak pembangunan pabrik semen di Rembang. Mereka duduk dalam diam di depan Istana Merdeka dengan kaki-kaki yang di semen sebagai simbol penolakan. Nama Yu Sutinah sudah barang tentu tak sepopuler Yu Jum, penjual gudeg, atau Y[o]u Tube, penyedia video di ranah dunia maya. Tak seperti Martin Luther King Jr yang mudah untuk bertemu dengan Presiden Lyndon B. Johnson, Yu Sutinah belum bertemu—kalau tak dikatakan sulit bertemu—dengan Presiden Joko Widodo padahal mereka sudah di depan Istana sejak 12 April 2016.
Perjuangan Yu Sutinah dan teman-teman sudah dimulai sejak 2014. Sama seperti Martin Luther King Jr., perjuangan Yu Sutinah juga diwarnai dengan berbagai aksi kekerasan dari pihak pengusaha yang didukung aparat. Inilah yang menjadi alasan mengapa bukan para lelaki—menurut Yu Sutinah akan lebih emosional saat berhadapan dengan mereka yang mengedepankan kekerasan—yang melakukan aksi perjuangan tersebut.
Ini memang soal pilihan. Namun, bukan pilihan yang mudah. Di tengah berbagai tantangan hidup yang semakin berat dan keras, memilih untuk menjalani hidup tanpa kekerasan mungkin bukan pilihan populer. Namun, baik Martin Luther King Jr maupun Yu Sutinah menunjukkan bahwa perjuangan tanpa kekerasan tetap dapat menjadi pilihan terbaik. Kekerasan memang harus dihadapi dengan sikap tanpa kekerasan.
Yu Sutinah dan teman-temannya tak membuat jalanan jadi macet, tak melakukan orasi yang agitatif. Mereka hanya duduk dalam diam. Namun, dalam diam itulah perjuangan Yu Sutinah justru berbicara dengan sangat lantang ke berbagai pelosok negeri. Ia menunjukkan bahwa perjuangan tanpa kekerasan masih layak diperhitungkan sebagai cara untuk menjalani laku hidup. Di tengah dunia yang semakin gaduh, diam menjadi mata air yang menyejukkan.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...