Yuki Dituntut 15 Tahun Penjara Kasus Penyekapan Buruh Pabrik Kuali
TANGERANG, SATUHARAPAN.COM – Yuki Irawan, pemilik pabrik kuali di Desa Lebak Wangi Sepatan, dituntut 15 tahun penjara terkait kasus “perbudakan” buruh.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Agus Suhartono mengatakan, Yuki Irawan didakwa dengan pasal berlapis terkait kasus “perbudakan” buruh.
Pasal tersebut yakni pasal 333 Ayat (1) KUHP tentang perampasan kemerdekaan orang, Pasal 372 KUHP tentang tindak penggelapan, Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 21/2007 Tentang Perdagangan Orang.
Pasal 88 UU Nomor 23/2002 Tentang Perlindungan Anak dan Pasal 24 Ayat (1) UU Nomor 5/1984 Tentang Perindustrian.
“Adapun untuk ancaman hukuman sesuai pasal yang dikenakan terhadap Yuki Irawan yakni 15 tahun penjara,” kata Agus Suhartono.
Kuasa hukum terdakwa, Slamet Yuwono menuturkan, pihaknya keberatan dengan dakwaan JPU. Sebab, pasal yang dikenakan kepada Yuki tidak tepat. Sebab, Yuki tidak melakukan penganiayaan dan kekerasan.
Pimpinan majelis hakim Hasiyadi Sembiring mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada hari Kamis (28/11) dengan agenda pembacaan eksepsi oleh terdakwa atas dakwaan.
Perlu diketahui, pengungkapan kasus tindak pidana perampasan kemerdekaan dan penganiayaan terhadap buruh berawal dari dua orang buruh asal Lampung Utara atas nama Andi Gunawan dan Junaedi yang sudah bekerja selama empat bulan kemudian melarikan diri karena mendapatkan penyiksaan.
Dua orang buruh tersebut kemudian menceritakan perlakuan yang diterimanya kepada keluarga dan lurah setempat sehingga melapor ke Polsek dan Polres Lampung Utara pada tanggal 28 April 2013 dan Komnas HAM.
Lalu, pada tanggal 3 Mei 2013, pukul 15.00 WIB, Polres Kota Tangerang beserta penyidik PPA Polda Metro Jaya dan penyidik Polres Lampung Utara melakukan pengecekan dan terdapat 34 pekerja pabrik diduga mendapatkan perlakuan kasar dari majikan dan orang suruhannya.
Dari hasil pengecekan, tempat usaha industri itu tidak mempunyai Izin Industri dari Dinas Pemda Kabupaten Tangerang, namun hanya ada Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan Cikupa tetapi lokasi usaha di Kecamatan Sepatan.
Pabrik Panci Digerebek
Pada beberapa bulan sebelumnya (4/5), Polres Kota Tangerang, Banten, menggerebek industri wajan di Kampung Bayur Opak RT03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, karena menyekap para buruh serta mempekerjakan tanpa diberikan pesangon.
Kasatreskrim Polres Kota Tangerang, Kompol Shinto Silitonga di Tangerang, Sabtu (4/5), mengatakan industri rumahan dengan pemilik atas nama JK (40 tahun) tersebut sudah beroperasi lebih dari 1,5 tahun dengan jumlah pekerja sebanyak 25 orang.
Terbongkarnya kasus tersebut berawal dari dua buruh asal Lampung yang telah bekerja selama 4 bulan, berhasil melarikan diri dari tempatnya bekerja.
Alasannya karena merasa alami siksaan, perlakuan kasar, penyekapan dan tidak ada pemberian hak-hak buruh dari majikan selama bekerja.
Kedua buruh tersebut bercerita kepada keluarganya dan dengan difasilitasi lurah setempat, membuat Laporan Polisi di Polres Lampung Utara pada tanggal 28 April 2013, dengan persangkaan perampasan kemerdekaan orang dan penganiayaan, sebagaimana dimaksud Pasal 333 KUHP dan Pasal 351 KUHP.
Lalu, keluarga juga melaporkan kasus itu ke Komnas HAM. Dari hasil koordinasi dengan Polda Metro-Polda Lampung serta Polresta Tangerang, maka dilakukan pengecekan lapangan.
“Dari hasil pengecekan, kemudian ditemui fakta lapangan serta membawa 25 buruh, lima mandor, pemilik usaha atas nama JK serta istrinya bersama Kades Desa Lebak Wangi ke Mapolres untuk dimintai keterangan,” katanya.
Dari hasil pengecekan, tempat usaha industri itu tidak mempunyai Izin Industri dari Dinas Pemda Kabupaten Tangerang, namun hanya ada Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan Cikupa. “Padahal, lokasinya ada Kecamatan Sepatan,” ujarnya.
Lalu, kepolisian juga menemui tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup ukuran 8 meter x 6 meter, tanpa ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, terdapat fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat.
Tak hanya itu, sejumlah peralatan berupa hp, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika awal bekerja disita oleh JK dan disimpan istrinya tanpa argumentasi yang jelas.”Buruh juga tidak mendapatkan gaji selama dua bulan dengan besaran 600 ribu per bulannya,” katanya.
Polisi pun mendapatkan enam buruh disekap, dengan kondisi dikunci dari luar, pakaian yang digunakan cenderung kumal, tidak diganti berbulan-bulan, robek dan jorok.
Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata gelap, berpenyakit kulit seperti kurap dan gatal-gatal serta tampak tidak sehat.
Selama bekerja, buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi, hak-hak terkait kesehatan, hak untuk komunikasi diabaikan oleh pemilik usaha. “Terdapat empat buruh yang masih berumur 17 tahun berstatus anak-anak,” katanya.
Shinto menuturkan, dari hasil penyidikan, kasus itu merupakan tindak pidana sehingga harus dilakukan tindakan tegas.
Hal itu merujuk dari hasil rekonstruksi bila para buruh mengalami kekerasan fisik dengan cara ditampar, ditendang, disundut rokok hingga disiram air panas. “Pelaku yakni pemilik usaha dan rekan lainnya,” katanya. (Ant)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...